TEORI TERBENTUKNYA NEGARA
Pendekatan teoritis (sekunder), yaitu dengan menyoal tentang bagaimana
asal mula terbentuknya negara melalui metode filosofis tanpa mencari
bukti-bukti sejarah tentang hal tersebut (karena sulit dan bahkan tak mungkin),
melainkan dengan dugaan-dugaan berdasarkan pemikiran logis. Teori terbentuknya negara aad beberapa macam bentuk seperti , teori kenyataan, teori ketuhanan, teori perjanjian masyarakat, dan teori hukum alam.
1. Teori Kenyataan
Timbulnya suatu negara merupakan soal
kenyataan. Apabila pada suatu ketika unsur-unsur negara (wilayah, rakyat,
pemerintah yang berdaulat) terpenuhi, maka pada saat itu pula negara itu
menjadi suatu kenyataan.
2. Teori Ketuhanan
Timbulnya negara itu adalah atas kehendak
Tuhan. Segala sesuatu tidak akan terjadi tanpa kehendak-Nya. Friederich
Julius Stahl (1802-1861) menyatakan bahwa negara tumbuh secara
berangsur-angsur melalui proses evolusi, mulai dari keluarga, menjadi bangsa
dan kemudian menjadi negara. “Negara bukan tumbuh disebabkan berkumpulnya
kekuatan dari luar, melainkan karena perkembangan dari dalam. Ia tidak tumbuh
disebabkan kehendak manusia, melainkan kehendak Tuhan,” katanya.
Demikian pada umumnya negara mengakui
bahwa selain merupakan hasil perjuangan atau revolusi, terbentuknya negara
adalah karunia atau kehendak Tuhan. Ciri negara yang menganut teori Ketuhanan
dapat dilihat pada UUD berbagai negara yang antara lain mencantumkan frasa:
“Berkat rahmat Tuhan…” atau “By the grace of God”. Doktrin tentang raja
yang bertahta atas kehendak Tuhan (divine right of king) bertahan hingga
abad XVII.
3. Teori Perjanjian Masyarakat
Teori ini disusun berdasarkan anggapan
bahwa sebelum ada negara, manusia hidup sendiri-sendiri dan berpindah-pindah.
Pada waktu itu belum ada masyarakat dan peraturan yang mengaturnya sehingga
kekacauan mudah terjadi di mana pun dan kapan pun. Tanpa peraturan, kehidupan
manusia tidak berbeda dengan cara hidup binatang buas, sebagaimana dilukiskan
oleh Thomas Hobbes: Homo homini lupus dan Bellum omnium contra
omnes. Teori Perjanjian Masyarakat diungkapkannya dalam buku Leviathan.
Ketakutan akan kehidupan berciri survival of the fittest itulah yang
menyadarkan manusia akan kebutuhannya: negara yang diperintah oleh seorang raja
yang dapat menghapus rasa takut.
Demikianlah akal sehat manusia telah
membimbing dambaan suatu kehidupan yang tertib dan tenteram. Maka, dibuatlah
perjanjian masyarakat (contract social). Perjanjian antarkelompok
manusia yang melahirkan negara dan perjanjian itu sendiri disebut pactum
unionis. Bersamaan dengan itu terjadi pula perjanjian yang disebut pactum
subiectionis, yaitu perjanjian antarkelompok manusia dengan penguasa yang
diangkat dalam pactum unionis. Isi pactum subiectionis adalah
pernyataan penyerahan hak-hak alami kepada penguasa dan berjanji akan taat
kepadanya.
Ketika menyusun teorinya itu, Thomas
Hobbes berpihak kepada Raja Charles I yang sedang berseteru dengan Parlemen.
Teorinya itu kemudian digunakan untuk memperkuat kedudukan raja. Maka ia hanya
mengakui pactum subiectionis, yaitu pactum yang menyatakan
penyerahan seluruh haknya kepada penguasa dan hak yang sudah diserahkan itu tak
dapat diminta kembali. Sehubungan dengan itulah Thomas Hobbes menegaskan
idealnya bahwa negara seharusnya berbentuk kerajaan mutlak/ absolut.
John Locke menyusun teori Perjanjian Masyarakat
dalam bukunya Two Treaties on Civil Government bersamaan dengan tumbuh
kembangnya kaum borjuis (golongan menengah) yang menghendaki perlindungan
penguasa atas diri dan kepentingannya. Maka John Locke mendalilkan bahwa dalam
pactum subiectionis tidak semua hak manusia diserahkan kepada raja. Seharusnya
ada beberapa hak tertentu (yang diberikan alam) tetap melekat padanya. Hak yang
tidak diserahkan itu adalah hak azasi manusia yang terdiri: hak hidup, hak
kebebasan dan hak milik. Hak-hak itu harus dijamin raja dalam UUD negara.
Menurut John Locke, negara sebaiknya berbentuk kerajaan yang berundang-undang
dasar atau monarki konstitusional.
J.J. Rousseau dalam bukunya Du Contract Social
berpendapat bahwa setelah menerima mandat dari rakyat, penguasa mengembalikan
hak-hak rakyat dalam bentuk hak warga negara (civil rights). Ia juga
menyatakan bahwa negara yang terbentuk oleh Perjanjian Masyarakat harus
menjamin kebebasan dan persamaan. Penguasa sekadar wakil rakyat, dibentuk
berdasarkan kehendak rakyat (volonte general). Maka, apabila tidak mampu
menjamin kebebasan dan persamaan, penguasa itu dapat diganti.
Mengenai kebenaran tentang terbentuknya
negara oleh Perjanjian Masyarakat itu, para penyusun teorinya sendiri berbeda
pendapat. Grotius menganggap bahwa Perjanjian Masyarakat adalah
kenyataan sejarah, sedangkan Hobbes, Locke, Kant, dan Rousseau menganggapnya
sekadar khayalan logis.
4. Teori Kekuasaan
Teori Kekuasaan menyatakan bahwa negara
terbentuk berdasarkan kekuasaan. Orang kuatlah yang pertama-tama mendirikan
negara, karena dengan kekuatannya itu ia berkuasa memaksakan kehendaknya
terhadap orang lain sebagaimana disindir oleh Kallikles dan Voltaire:
“Raja yang pertama adalah prajurit yang berhasil”.
Karl Marx berpandangan bahwa negara timbul karena
kekuasaan. Menurutnya, sebelum negara ada di dunia ini telah terdapat
masyarakat komunis purba. Buktinya pada masa itu belum dikenal hak milik
pribadi. Semua alat produksi menjadi milik seluruh masyarakat. Adanya hak milik
pribadi memecah masyarakat menjadi dua kelas yang bertentangan, yaitu kelas
masyarakat pemilik alat-alat produksi dan yang bukan pemilik. Kelas yang
pertama tidak merasa aman dengan kelebihan yang dimilikinya dalam bidang ekonomi.
Mereka memerlukan organisasi paksa yang disebut negara, untuk mempertahankan
pola produksi yang telah memberikan posisi istimewa kepada mereka dan untuk
melanggengkan pemilikan atas alat-alat produksi tersebut.
H.J. Laski berpendapat bahwa negara berkewenangan
mengatur tingkah laku manusia. Negara menyusun sejumlah peraturan untuk
memaksakan ketaatan kepada negara.
Leon Duguit menyatakan bahwa seseorang dapat
memaksakan kehendaknya terhadap orang lain karena ia memiliki kelebihan atau
keistimewaan dalam bentuk lahiriah (fisik), kecerdasan, ekonomi dan agama.
5. Teori Hukum Alam
Para penganut teori hukum alam menganggap
adanya hukum yang berlaku abadi dan universal (tidak berubah, berlaku di setiap
waktu dan tempat). Hukum alam bukan buatan negara, melainkan hukum yang berlaku
menurut kehendak alam.
Penganut Teori Hukum Alam antara lain:
o Masa Purba: Plato (429-347 SM) dan
Aristoteles (384-322 SM)
o Masa Abad Pertengahan: Augustinus
(354-430) dan Thomas Aquino (1226-1234)
o Masa Renaissance: para penganut teori
Perjanjian Masyarakat
Menurut Plato, asal mula
terjadinya negara adalah karena:
o adanya keinginan dan kebutuhan manusia
yang beraneka ragam sehingga menyebabkan mereka harus bekerja sama untuk
memenuhi kebutuhan hidup;
o manusia tidak dapat memenuhi kebutuhannya
sendiri tanpa berhubungan dengan manusia lain dan harus menghasilkan segala
sesuatu yang bisa melebihi kebutuhannya sendiri untuk dipertukarkan;
o mereka saling menukarkan hasil karya satu
sama lain dan kemudian bergabung dengan sesamanya membentuk desa;
o hubungan kerja sama antardesa lambat laun
menimbulkan masyarakat (negara kota).
Aristoteles meneruskan pandangan Plato tentang asal
mula terjadinya negara. Menurutnya, berdasarkan kodratnya manusia harus
berhubungan dengan manusia lain dalam mempertahankan keberadaannya dan memenuhi
kebutuhan hidupnya. Hubungan itu pada awalnya terjadi di dalam keluarga,
kemudian berkembang menjadi suatu kelompok yang agak besar. Kelompok-kelompok
yang terbentuk dari keluarga-keluarga itu kemudian bergabung dan membentuk
desa. Dan kerja sama antardesa melahirkan negara kecil (negara kota).
Augustinus dan Thomas Aquino mendasarkan teori mereka pada ajaran agama. Augustinus menganggap bahwa negara (kerajaan) yang ada di dunia ini adalah ciptaan iblis (Civitate Diaboli), sedangkan Kerajaan Tuhan (Civitate Dei) berada di alam akhirat. Gereja dianggap sebagai bayangan Civitate Dei yang akan mengarahkan hukum buatan manusia kepada azas-azas Kristen yang abadi. Sedangkan Thomas Aquino berpendapat bahwa negara merupakan lembaga alamiah yang lahir karena kebutuhan sosial manusia. Negara adalah lembaga yang bertujuan menjamin ketertiban dalam kehidupan masyarakat, penyelenggara kepentingan umum, dan penjelmaan yang tidak sempurna dari kehendak masyarakatnya.
Sumber :