Sabtu, 17 Desember 2011

TULISAN IBD 3 (KASUS-KASUS YANG BERKAITAN DENGAN PENDERITAAN DAN KEADILAN)


CONTOH KASUS-KASUS YANG BERKAITAN DENGAN PENDERITAAN DAN KEADILAN



1. CONTOH KASUS YANG BERKAITAN DENGAN PENDERITAAN :


DERITA TKI DI LUAR NEGERI

Sepanjang tahun 2011 wajah negeri ini terus diharu-birukan oleh derita buruh migran Indonesia yang mengalami penangkapan, aksi kekerasan, pengusiran, perkosaan bahkan kematian di luar negeri. Yang paling mengharukan tentu saja pemancungan Ruyati di Arab Saudi, beberapa waktu lalu.

"Eksekusi pemancungan terhadap Ruyati membuka kotak pandora ratusan kasus buruh migran Indonesia yang terancam hukuman mati di berbagai negara yang selama ini ditutup-tutupi," ujar Direktur Eksekutif Migrant Care, Anis Hidayah dalam orasinya di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Minggu (18/12).

Pagi ini Migrant Care bersama keluarga Tenaga Kerja Indonesia yang terancam mendapat hukuman mati di luar negeri menggelar aksi damai di kawasan tersebut.

Anis menambahkan, sampai sekarang buruh migran yang mengalami berbagai kasus masih banyak dan belum juga diselesaikan oleh pemerintah baik itu lewat Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, maupun Kementerian Luar Negeri.

"Tercatat 417 terancam hukuman mati; 1 orang menunggu eksekusi mati; kekerasan fisik 3 ribu lebih; kekerasan seksual 1.234 orang; meninggal dunia 1.203 orang," beber Anis.

Data tersebut, menurut Anis tidak termasuk TKI overstayer di Saudi Arabia, kerja tidak layak, gaji tidak dibayar dan terancam deportasi dari Malaysia. Dari data Migrant Care, lanjutnya, sampai saat ini 228.193 buruh migran Indonesia menghadapi masalah di luar negeri.

"Pemerintah Indonesia mestinya harus berani mengambil langkah konkret bukan saling lempar tanggungjawab untuk mereformasi penempatan perlindungan yang berstandar HAM bagi buruh migran secara komprehensif dan radikal," demikian Anis.




2. CONTOH KASUS YANG BERKAITAN DENGAN KEADILAN :



MASIH ADAKAH KEADILAN DI NEGERI INI ?
Sudah jatuh tertimpa tangga, itulah nasibnya Prita Mulyasari. Sudah tidak mendapatkan pelayanan yang optimal, mengeluhkan (disatu sisi ini sebenarnya feeding dari konsumen itu merupakan hal yang baik buat pihak produsen yang dikeluhi sebagai bahan masukan untuk memperbaiki diri) tapi ternyata malah berbuah tuduhan pencemaran nama baik yang ujung nasib dirinya bisa berakhir di penjara.
Sesungguhnya dalam kasus ini, jika dilihat dari salah satu sudut pandang yang lain, sebenarnya bisa dilihat sebagai sebuah kasus pembalikan logika, atau logika ngawur yang dilegalkan. Ujungnya bisa melegalkan pihak yang lebih kuat dan yang lebih berkuasa (Pemerintah atau pemilik modal capital atau kelompok-kelompok lainnya) untuk bertindak sewenang-wenangan kepada mereka yang lemah, sehingga akan menciptakan masyarakat yang bertata nilai melanggengkan ketidakadilan.
Disatu sisi, justru banyak situs-situs (berkonten pornografi maupun yang tidak berkonten pornografi) yang pada dasarnya melakukan pelecehan dan penghinaan serta pencemaran nama baik kepada pihak-pihak tertentu (personal atau institusi atau agama) malah didiamkan saja.
Pihak berwenang seakan malahan seperti tutup mata saja, yang tak tertutup kemungkinan itu terkandung maksud dibalik tindakan pembiaran serta pemberian kesempatan langgengnya eksistensi dirinya itu untuk melanggengkan tindakan pelecehan amoralnya.
Padahal, banyak situs-situs itu yang sangat kentara dimiliki dan dioperasikan oleh warganegara Indonesia, dalam arti kata para pelakunya masih dalam jangkauan tangan aparat penegak hukum dan domisilinya masih ada diwilayah cangkupan hukum Negara Indonesia.
Melacak keberadaannya jelas terlampau kasat mata, melacak keberadaan siapa pelakunya (bagi aparat penegak hukum Negara dengan kelengkapan aparat lain sebagai pendukung fungsinya beserta segala fasilitas kelengkapan peralatannya) jelas sangat mungkin dilakukan dan bukan suatu kesulitan besar untuk melakukannya. Tentunya itu jika ada kemauan dan goodwill politik dari para pejabatnya.
Namun begitulah nasib mereka yang lemah, tak ada keadilan buat mereka. Sampai kapan ini akan berlangsung di Negara yang berfalsafah dasar Pancasila ?.
Harapan kita, sebagai rakyat kecil yang tak berdaya, semoga keadilan bukan hanya impian saja. Karena tanpa adanya aspek keadilan sesungguhnya tak akan ada artinya sejahtera.




Sumber :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar